OJK Minta Pembiayaan hingga Pinjol Turunkan Bunga Pinjaman
RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Permintaan baru telah diajukan kepada industri peer to peer lending (P2P Lending) atau pinjaman online (pinjol) oleh Wakil Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mirza Adityaswara terkait bunga pinjaman untuk diturunkan setelah Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), memangkas suku bunga acuan.
Keputusan yang diambil oleh The Fed adalah memotong suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,50-4,75 persen pada Kamis (8/11).
Mirza menyatakan bahwa penurunan suku bunga The Fed cenderung diikuti oleh negara-negara lain, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, ia menganggap penting bagi industri pembiayaan dan pinjol untuk mempertimbangkan penurunan bunga pinjaman secara serius.
“Jadi saya rasa industri harus menganalisis, harus membuat penilaian yang bijak, juga pertimbangkan beban biaya dana yang membebani konsumen,” kata Mirza dalam acara OECD/INFE-OJK Conference ‘Empowering Consumers Through Financial Education’, Jumat (8/11), mengutip CNN Indonesia.
Dalam konteks ini, Mirza juga mengomentari kecenderungan masyarakat yang semakin suka berutang, bahkan untuk keperluan belanja sehari-hari. Hal ini tercermin dari meningkatnya penggunaan layanan Buy Now Pay Later (BNPL).
“Meskipun produk (PayLater) ini baru saja diperkenalkan, saya rasa belum mencapai 10 tahun, mungkin hanya 5 tahun. Jumlah pelanggan buy-now-pay-later sekarang sudah mencapai 20 juta dari populasi Indonesia yang berjumlah 280 juta,” ujar Mirza.
Mirza mencatat bahwa mayoritas dari puluhan juta pengguna BNPL adalah anak muda. Namun, ia juga memperingatkan bahwa penggunaan PayLater bisa memiliki dampak negatif di masa depan.
Penjelasannya, setiap transaksi kredit yang dilakukan melalui PayLater akan tercatat dalam database OJK dan tersedia di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
SLIK adalah platform yang dikelola oleh OJK untuk mencatat skor kredit dan riwayat kredit seseorang. Informasi ini biasanya digunakan oleh lembaga keuangan untuk menilai kredit dari nasabah saat mengajukan pinjaman, termasuk Kredit Perumahan Rakyat (KPR).
“Mungkin hanya meminjam setara dengan US$10, US$50, tetapi nama mereka akan masuk dalam SLIK dan itu kemudian digunakan oleh industri. Ketika peminjam ini, mereka tidak dapat membayar atau lupa untuk membayar, maka mereka mungkin menghadapi masalah. Karena riwayat catatan mereka tentang ketidakmampuan membayar,” pungkas Mirza.
Tinggalkan Balasan