Untuk itu, KPPU berpendapat bahwa, selain melakukan integrasi sistem perizinan berusaha bagi UMKM, Pemerintah juga perlu melakukan pendataan atas kemitraan sebagai bagian dari integrasi sistem perizinan berusaha tersebut agar pengawasan kemitraan berjalan lebih efektif.

Ketua KPPU juga menggarisbawahi bahwa selama lima tahun terakhir, baru 55 persoalan kemitraan ditangani oleh KPPU, sebagian besar berkaitan dengan kemitraan inti plasma. Masih banyak potensi pelanggaran kemitraan yang mungkin terjadi.

Dengan sumber daya KPPU yang terbatas, dibutuhkan upaya yang lebih tegas bagi pelanggaran kemitraan agar tercipta efek jera bagi pelaku usaha yang melanggar. Namun besaran denda yang ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2013 masih sangat rendah, yakni maksimal Rp5 miliar bagi pelaku usaha menengah atau Rp10 miliar bagi pelaku usaha besar. Untuk itu sebagai strategi ketiga, KPPU menilai diperlukan adanya revisi peraturan pemerintah atas pasal sanksi tersebut.

Sebagai strategi keempat, KPPU berpendapat bahwa, upaya pencegahan melalui edukasi dan pendampingan kepada UMKM atas pelaksanaan kemitraan juga perlu ditingkatkan. Salah satu caranya adalah dengan memperkenalkan adanya profesi penyuluh kemitraan, yang akan turun ke lapangan untuk mengedukasi UMKM dalam melaksanakan kemitraannya, baik pada aspek legalitas maupun pendidikan atas prinsip-prinsip kemitraan serta hak dan kewajiban pelaku usaha dalam bermitra.

Dalam pertemuan, Menkop UKM mengamini pandangan KPPU tersebut, khususnya pada aspek pasar digital maupun peningkatan kualitas kemitraan. Untuk itu Menkop UKM mengusulkan agar sinergi KPPU ke depan diarahkan pada perdagangan elektronik, pengawasan atas kemitraan dalam belanja Pemerintah, pengawasan komitmen porsi kemitraan di sektor sawit, sinergi pendataan, maupun peningkatan kualitas kemitraan agar kemitraan yang dibuat tidak hanya sekedar charity dari pelaku usaha besar.