KPPU menilai bahwa salah satu cara untuk meningkatkan daya saing UMKM di pasar domestik dan global adalah menggunakan akses ke teknologi. Dari target 50% (atau 32,1 juta) dari UMKM Indonesia telah go-digital pada tahun 2024, telah terpenuhi sekitar 24,8 juta UMKM yang go-digital. Tahun ini diproyeksikan mencapai 30 juta UMKM.

Dengan meningkatnya penggunaan teknologi ini, semakin meningkat kebutuhan UMKM untuk dilindungi di pasar digital tersebut. Untuk itu menurut Ketua KPPU, dibutuhkan suatu regulasi

atau peraturan perundang-undangan yang mampu melindungi UMKM dalam memasarkan produknya di pasar digital.

“Regulasi ini dibutuhkan dalam mencegah praktik monopoli, penyalahgunaan data, maupun penyalahgunaan posisi dominan oleh pemilik platform. Berbagai negara telah mengadopsi hal tersebut, seperti Eropa, Korea Selatan, dan Thailand. Indonesia patut memiliki peraturan serupa dalam melindungi UMKM kita dalam bersaing dalam pasar digital,” kata Fanshurullah.

Perlindungan UMKM di pasar digital juga sangat penting jika dilihat pada sisi perlindungan data, karena produk UMKM rentan untuk ditiru. Terlebih baru 11% UMKM Indonesia hingga tahun 2023 yang telah mendaftarkan produk-produk hasil kekayaan intelektual ciptaannya.

Oleh karenanya, Ketua KPPU mendorong Menteri Koperasi dan UKM agar regulasi atau peraturan perundang-undangan untuk melindungi UMKM di pasar digital patut disegerakan.

“Peraturan perundang-undangan, seperti undang-undang atau pada tahap awal, peraturan Menteri untuk melindungi pelaku UMKM di pasar digital patut disegerakan,” tegas Ketua KPPU.

Strategi kedua, diperlukannya pendataan atas kemitraan sebagai bagian dari integrasi sistem perizinan berusaha. Saat ini baru ada sekitar 5,8% UMKM yang memiliki nomor induk berusaha. Kondisi ini akan mempersulit pengawasan atas kemitraan, terlebih karena tidak ada pencatatan atau pendataan atas kemitraan yang dilakukan UMKM.