RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menerbitkan surat edaran (SE) tahun depan yang akan memperbaiki proses-proses terkait asuransi kesehatan. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi bisnis produk asuransi kesehatan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menyatakan bahwa pihaknya telah bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan RI untuk merumuskan kebijakan guna meningkatkan ekosistem asuransi kesehatan.

Salah satu kebijakan yang dibahas adalah terkait dengan BPJS Kesehatan dan rumah sakit. Konsep Coordination of Benefit (CoB) akan diimplementasikan untuk mengatur pembatasan total manfaat asuransi kesehatan bagi peserta yang memiliki beberapa penanggung asuransi.

Dengan sistem ini, peserta asuransi bisa mendapatkan manfaat dari penanggung asuransi yang lebih dari satu.

“Jadi tetap tahap pertama (manfaat asuransi kesehatan) di BPJS, kemudian baru ke asuransi kesehatan tambahan. Itu sudah berjalan,” kata Ogi di Padma Hotel Legian, Rabu (20/11/2024), CNBC Indonesia.

SE dari OJK akan menetapkan standar dan batasan klaim asuransi yang dapat diajukan. OJK berharap akan ada advisory board yang akan bertanggung jawab terhadap hal tersebut.

“Jadi yang ini mana yang boleh, mana yang tidak boleh, jadi ada standar biayanya itu ada,” ujar Ogi.

Ia menuturkan bahwa harus ada keseimbangan antara klaim dan premi. Ogi menyoroti tingginya rasio klaim dalam asuransi kesehatan dibandingkan dengan premi yang diterima saat ini.

“Belum termasuk biaya combine ratio dan sebagainya, belum termasuk biaya lainnya, baru perbandingan antara klaim dengan premi yang diterima saja sudah tinggi. Dia kan biaya operasional. Itu PR kita,” terangnya.

Biaya pengobatan terus meningkat setelah pandemi Covid-19, dengan kenaikan sebesar 18% hingga 20%. Beberapa perusahaan asuransi jiwa mengalami kesulitan dalam membayarkan klaim kesehatan karena mismatch antara klaim yang harus dibayarkan dengan premi yang terkumpul.

YouTube player