RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Pengenaan biaya layanan atau merchant discount rate (MDR) Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) sebesar 0,3 persen dikeluhkan sejumlah pedagang di DKI Jakarta.

Pengenaan biaya yang berlaku sejak 1 Juli tersebut merupakan kebijakan dari Bank Indonesia (BI). Dalam aturan itu pedagang tidak boleh membebankan biaya layanan tersebut ke konsumen atau pembeli.

Aji, salah satu pedagang siomay di Jakarta Selatan, mengaku belum menerapkan biaya tambahan ke pembeli. Kendati demikian, ia keberatan dengan kebijakan tersebut.

“Selama ini potongannya nggak ada dari aplikasi (QRIS), terus nanti ada potongan, ya kita keberatan. Kita kan mau enggak mau harus naikin harga juga,” kata Aji dilansir dari CNNIndonesia.com.

Ia menuturkan biasanya tidak ada potongan biaya administrasi selama berjualan menggunakan sistem pembayaran QRIS. Pengenaan tarif umumnya berlaku jika berjualan secara online, seperti melalui aplikasi pesan antar. Untuk penjualan online itu, potongannya mencapai 20 persen per transaksi.

Tak ayal, penjual kerap menaikkan harga jika konsumen membeli makanan melalui aplikasi demi menjaga margin keuntungan.

“Makanya lebih enak jualan langsung sih. Kalau aplikasi ya buat bantu-bantu aja lah,” katanya.

Sementara itu, penjual ketoprak bernama Putra memilih membebankan biaya layanan QRIS kepada pembeli begitu mendapat pemberitahuan adanya biaya MDR sebesar 0,3 persen dari pihak bank.

Putra yang biasanya menjual ketoprak Rp13 ribu per porsi, baik secara tunai maupun dengan pembayaran QRIS, kini menaikkan harganya 3,84 persen menjadi Rp13.500 bagi pembeli yang menggunakan QRIS.

“Karena ada potongan (biaya QRIS), saya enggak mau rugi. Itu pun saya tawari dulu kena tambahan (harga). Kalau enggak mau, ya cash aja enggak apa-apa,” tuturnya.