RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Ini pertanyaan yang kerap terdengar di tengah masyarakat. Ribuan lulusan SMK dan perguruan tinggi di Indonesia dilepas ke pasar kerja setiap tahunnya. Namun data menunjukkan, angka pengangguran justru didominasi oleh mereka yang punya latar belakang pendidikan formal. Sebuah ironi yang patut dipertanyakan secara serius.

Apakah sistem pendidikan yang gagal? Apakah dunia kerja yang terlalu sempit? Atau justru ada yang keliru dari cara kita mempersiapkan diri menghadapi realita lapangan?

Mari kita bahas secara jujur, agar kamu yang membaca ini tidak terjebak pada nasib yang sama.

1. Fokus pada Ijazah, Bukan pada Kompetensi
Banyak lulusan, baik SMK maupun sarjana, terlalu bergantung pada selembar ijazah. Mereka menganggap bahwa gelar dan nilai akademik sudah cukup untuk masuk dunia kerja. Padahal, dunia industri menilai seseorang berdasarkan keterampilan, sikap kerja, dan pengalaman nyata, bukan sekadar nilai di atas kertas.

Fakta di lapangan:
Perusahaan mencari orang yang siap kerja, bukan yang baru akan belajar bekerja. Tanpa pengalaman praktik dan keahlian yang terasah, ijazah tinggi sekalipun akan kalah dari mereka yang sudah siap secara mental dan teknis.

2. Kurangnya Koneksi dan Akses ke Dunia Industri
Salah satu hambatan besar bagi lulusan adalah minimnya jaringan dan koneksi ke dunia kerja profesional, apalagi di luar negeri. Banyak dari mereka yang tidak tahu harus mulai dari mana, melamar ke mana, dan bagaimana mempersiapkan diri agar bisa bersaing secara global.

Fakta di lapangan:
Tanpa koneksi atau lembaga yang menjembatani, lulusan akan tersesat dalam pencarian kerja yang panjang, membingungkan, dan penuh penolakan. Padahal, ada cara strategis untuk masuk ke dunia kerja—dengan mengikuti pelatihan terarah dan program magang profesional.

YouTube player