BPKP Ungkap Pemborosan Belanja di Daerah Capai Rp141 Triliun
RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan bahwa dana yang dihabiskan oleh pemerintah daerah tidak efisien dan terbuang percuma.
Kepala BPKP, Muhammad Yusuf Ateh, mengungkapkan bahwa total pengeluaran daerah yang tidak efisien mencapai Rp141 triliun.
“Ketidakefisienan ini cukup tinggi, rata-ratanya masih 53 persen. Ini senang enggak senang, saya harus sampaikan kepada teman-teman semua di daerah,” kata Yusuf dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Tahun 2024 di SICC, Bogor, Kamis (7/11/2024), mengutip CNN Indonesia.
Yusuf juga mengatakan, bahwa pihak BPKP telah menemukan adanya pemborosan anggaran mencapai Rp141 triliun yang digunakan secara tidak efisien.
Pertama, persoalan terjadi karena perencanaan penggunaan anggaran yang buruk. Banyak pemerintah daerah ternyata melakukan perencanaan belanja tanpa memperhatikan ukuran dan pedoman yang jelas.
Kedua, terdapat masalah ketidakjelasan indikator kinerja pemerintahan daerah. Selama ini, kinerja pemerintah daerah selalu dinilai berdasarkan jumlah dokumen dan laporan yang dihasilkan dari kegiatan yang dilakukan, bukan dari hasil nyata yang dicapai melalui penggunaan anggaran.
“Indikator kinerjanya ini masih berulang sampai 20 tahun yang lalu orientasinya masih output dan sebagainya ukurannya masih jumlah dokumen jumlah laporan jumlah kegiatan tidak kepada masalah outcome. Sehingga tidak bisa dikaitkan logika program dengan pencapaian outcome yang ingin dicapai,” jelasnya.
Selain pemborosan belanja, BPKP juga mendapati bahwa kinerja daerah dalam mempromosikan kemandirian fiskal mereka tergolong rendah. BPKP mencatat bahwa kebijakan di daerah terkait pedoman dan pengembangan potensi pajak masih belum terkoordinasi dengan baik.
“Hasil perhitungan kami secara sampel ya, beberapa daerah sebenarnya kita melihat masih ada ruang untuk penetapan target yang lebih tinggi. Masih ada ruang potensi PAD yang bisa kita gali. Ini rata-rata di 2024 kita menghitung masih ada potensi 16,88 persen. Itu hanya pada beberapa PAD saja, tidak semua PAD,” ungkapnya.
Tinggalkan Balasan