Terkait dukungan UMKM tersebut, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan, Elin Herlina menambahkan bahwa beberapa insentif dan pendampingan oleh BPOM diberikan melalui fasilitator di seluruh unit pelaksana teknis di daerah untuk membantu UMKM di wilayah kerjanya dalam memenuhi persyaratan.

“Biaya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk UMK, ada insentif pengurangan biaya 50% dan ke depan kami sudah usulkan agar bisa biayanya Rp0,-,” urai Elin.

Selain itu, upaya yang dilakukan BPOM juga melalui langkah “jemput bola” untuk UMKM di daerah-daerah yang perlu pelayanan langsung dari petugas BPOM. Juga pelayanan desk dan konsultasi khusus tentang proses perizinan sehingga bisa mempercepat penerbitan izin edar.

Penyediaan fasilitator di 76 unit pelaksana teknis di seluruh Indonesia juga dapat dimanfaatkan oleh UMKM untuk mendapat layanan pendampingan saat registrasi dan pemeriksaan sarana. BPOM juga memiliki program orang tua angkat yang melibatkan perusahaan besar untuk dapat memberikan bantuan dan mendukung kemajuan UMKM.

Selain membahas isu untuk pengembangan UMKM, isu lain yang diangkat adalah mengenai dampak dari penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan terhadap UMKM.

Mayoritas usaha pangan adalah kelompok UMKM sehingga perannya sangat vital dalam menyediakan produk pangan yang aman, bermutu, dan bergizi, termasuk tidak mengandung garam, gula, dan lemak (GGL) berlebih, bagi masyarakat.

Pencantuman informasi nilai gizi (ING) berupa kandungan GGL tidak hanya untuk produk UMKM pangan olahan, tetapi juga untuk pangan olahan siap saji.

Untuk itu, BPOM akan berkolaborasi dengan Kemenkop UKM dan SMESCO Indonesia mencari cara untuk memberi kemudahan pelaku usaha, namun tetap mendukung untuk terwujudnya perlindungan dan peningkatan kesehatan masyarakat.