RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Direktur Esekutif INDEF, Esther Sri Astuti mengatakan, pemerintah harus dapat mengatur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditengah gempuran konflik Israel dan Iran. Pasalnya, peristiwa itu mampu berdampak bagi perekonomian Indonesia, terutama kenaikan harga minyak.

Esther mengatakan, antisipasi itu perlu demi menjaga ruang fiskal Indonesia akan tidak menjadi lebih kecil lagi. Menurutnya, anggaran belanja perlu diarahkan agar lebih efektif dan produktif.

“Seperti makan siang gratis itu, saya rasa adalah belanja yang konsumtif, tetapi lebih baik diarahkan ke belanja yang produktif yang bisa men-generate income atau produktifitas dari sektor bisnis dan berdampak jangka panjang,” kata dia dalam diskusi publik Indef bertajuk ‘Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global’, Sabtu (20/4/2024), mengutip Kompas.com.

Esther menerangkan, kenaikan harga minyak akan berpengaruh pada asumsi makro atau indikator makroekonomi dalam APBN.

“Ini (harga minyak) pasti akan berdampak pada pembengkakan biaya atau anggaran yang ada di APBN. Dengan adanya kenaikan harga minyak ini dikhawatirkan akan ada defisit fiskal 2-3 persen,” imbuh dia.

Menurut Esther, ketika pemerintah dapat mengarahkan belanja ke sektor yang produktif, pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat berkelanjutan dalam jangka panjang.

Lebih lanjut, Esther bilang, konflik global pasti akan berdampak ke Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia perlu memperkuat fundamental ekonomi dengan meningkatkan ekspor atau devisa negara yang lebih banyak.

Hal tersebut dapat diusahakan dari sektor pariswisata dan penempatan ekspor komoditas non migas.

“Kita harus mengurangi ketergantungan dari pihak luar. Kalau kita semakin tergantung, ketika ada shock sedikit dari global, kita akan lebih rentan,” tutur dia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai, sejauh ini pemerintah belum melihat dampak yang siginfikan dari konflik di Timur Tengah terhadap perekonomian Indonesia.