RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Tanggal 2 Februari setiap tahunnya diperingati dengan Hari Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Nusantara. Hal itu berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2021 yang menjadikannya sebagai entitas badan hukum baru.

Tujuan terbentuknya mirip dengan pendirian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni menguatkan ekonomi warga desa melalui badan usaha yang dimiliki pemerintah desa.

BUM Desa menjadi harapan penunjang ekonomi desa yang keuntungannya masuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) sebagai sumber Pendapatan Asli Desa PADes).

Sebenarnya, BUM Desa dikenal secara resmi dengan terbitnya UU Nomor 2/1999 tentang pemerintahan daerah. Namun, kala itu APBDes sangat rendah, sehingga sulit untuk memberikan modal BUM Desa. Hingga terbitnya UU Nomor 6/2014 tentang Desa, baru terbentuk 8.189 BUMDesa.

Lanskap fiskal desa berubah sejak dana desa mengguyur APBDes sejak 2015. Pada tahun 2014, persis setahun sebelum dana desa meluncur, rata-rata APBDes berjumlah Rp 329 juta perdesa. Bandingkan, pada tahun 2023 nilainya meningkat menjadi rata-rata Rp 1,67 miliar / desa. Selajur dengan itu, jumlah BUM Desa turut melonjak. Sampai tahun 2020, hadir 51.134 BUM Desa.

Penting dicatat, bahwa kemajuan ekonomis BUM Desa terkatung-katung sampai awal tahun 2020. UU 6/2023 tentang Cipta Kerja menegaskan tetap berlakunya penerbitan badan hukum sejak UU 11/2020.

Lahirnya entitas badan hukum publik ini cepat diikuti terbitnya rangkaian regulasi BUM Desa. Peta 25 regulasi lintas kementerian dan lembaga tersaji detil dalam situs BUMDes Kemendesa.

Aturan mencakup posisi dan peran BUM Desa bagi desa (PP 11/2021), tata cara baru pendirian BUM Desa (Permendes 3/2021), transformasi UPK eks PNPM Mandiri Perdesaan menjadi BUM Desa Bersama lkd (Permendes 15/2021), serta proses perolehan nomor badan hukum (Permenkumham 40/2021).