RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Sosial media dengan e-commerce akan dipisah dalam revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Aturan tersebut mengartikan bahwa tidak boleh platform seperti TikTok yang menjadi sosial media dan e-commerce secara bersamaan.

Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan jika social commerce dan e-commerce disatukan, pihak platform sangat diuntungkan. Pasalnya, ia mengantongi algoritma pengguna yang bisa digunakan untuk mengatur iklan kepada yang bersangkutan.

Selain itu, aturan itu juga akan melarang social commerce untuk berjualan atau bertransaksi. Menurut Zulhas, social commerce hanya boleh melakukan promosi.

“Dia (social commerce) hanya boleh promosi, seperti TV. TV kan enggak bisa terima uang. Dia semacam platform digital, tugasnya mempromosikan,” kata Zulhas, dikutip dari CNNIndonesia.com.

Lalu, pemerintah akan melarang sebuah platform social commerce dan e-commerce menjadi produsen. Dengan kata lain, platform tersebut dilarang menjual barang produksi mereka sendiri.

Kemudian, pemerintah akan membatasi produk impor yang bisa dijual di e-commerce hanya boleh di atas harga US$100 atau setara dengan Rp1,5 juta.

“Kalau ada yang melanggar seminggu ini, tentu ada surat saya ke Kominfo untuk memperingatkan. Setelah memperingati, tutup,” ucap Zulhas.

Revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) resmi diteken Zulhas pada Senin, 25 September. Aturan tersebut saat ini menunggu diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

“Sudah saya teken kemarin, tinggal mau diundangkan di Kemenkum HAM. Saya kira minggu ini selesai,” katanya, Selasa, 26 September kemarin.