RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Kebijakan pengenaan biaya layanan QRIS sebesar 0,3 persen yang dilakukan Bank Indonesia (BI) sejak 1 Juli kemarin membuat sejumlah pedagang keberatan. Pasalnya hal itu tidak dapat dibebankan balik ke pembeli.

Namun, dalam aturan itu pedagang tidak boleh membebankan biaya layanan tersebut ke konsumen atau pembeli. Sebelumnya, hingga 30 Juni 2023 biaya Merchant Discount Rate (MDR) QRIS tidak dipungut alias 0 persen.

Aji, salah satu pedagang siomay di Jakarta Selatan, mengatakan saat ini ia belum menerapkan biaya tambahan ke pembeli. Kendati demikian, Aji keberatan dengan kebijakan tersebut.

“Selama ini potongannya enggak ada dari aplikasi (QRIS), terus nanti ada potongan, ya kita keberatan. Kita kan mau enggak mau harus naikin harga juga,” kata Aji dilansir dari CNNIndonesia.com.

Aji menjelaskan biasanya tidak ada potongan biaya administrasi selama berjualan menggunakan sistem pembayaran QRIS. Pengenaan tarif umumnya berlaku jika berjualan secara online, seperti di Gofood. Untuk penjualan online itu, potongannya mencapai 20 persen per transaksi.

Menurutnya, potongan dari aplikasi QRIS itu membuat penjual harus menaikkan harga jika membeli makanan melalui aplikasi agar tetap mendapat untung.

“Makanya lebih enak jualan langsung sih. Kalau aplikasi ya buat bantu-bantu aja lah,” katanya.

Berbeda dengan Aji, penjual ketoprak bernama Putra membebankan biaya layanan QRIS kepada pembeli begitu mendapat pemberitahuan adanya biaya MDR sebesar 0,3 persen dari pihak bank.

Putra yang biasanya menjual ketoprak Rp13 ribu per porsi, baik secara tunai maupun dengan pembayaran QRIS, kini menaikkan harganya menjadi Rp13.500 bagi pembeli yang menggunakan QRIS.

“Karena ada potongan (biaya QRIS), saya enggak mau rugi. Itu pun saya tawari dulu kena tambahan (harga). Kalau enggak mau, ya cash aja enggak apa-apa, ” kata Putra.