RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyampaikan bahwa BI tidak ingin buru-buru pangkas nilai rupiah alias redenominasi walaupun sudah mempersiapkan rencana tersebut dengan matang dengan alasan menunggu waktu yang tepat.

Penentuan waktu yang tepat itu bisa diukur dari tiga faktor. Pertama, saat kondisi makro ekonomi sedang bagus.

Kedua, saat kondisi moneter dan stabilitas sistem keuangan (SSK) yang stabil. Ketiga, saat kondisi sosial politik sedang kondusif.

Sayangnya kata Perry, kondisi bagus di Indonesia itu tak didukung situasi ekonomi secara global yang masih belum stabil.

Dikhawatirkan masalah itu bisa merambat ke Indonesia dan bakal berdampak besar kalau redenominasi dilakukan sekarang.

“Stabilitas keuangan kita memang stabil, tapi ketidakpastian (global) kita masih ada. Soal sosial politik, pemerintah yang lebih tahu,” ucap Perry dikutip dari CNNIndonesia.com.

Perry mengatakan sebenarnya BI sudah mulai melakukan persiapan atas rencana redenominasi itu.

Persiapan salah satunya menyangkut desain untuk uang barunya. Ia mengatakan BI sudah menyiapkannya.

“Masalah desainnya, kemudian juga masalah tahapannya, itu juga kami sudah siapkan sejak dari dulu secara operasional dan kemudian bagaimana bentuk, langkah-langkahnya,” tutur Perry.

Isu redenominasi kembali mencuat usai BI menerbitkan uang baru atau rupiah kertas tahun emisi 2022.

Jika diterawang, tiga angka nol paling belakang hilang di uang baru tersebut. Sebagai contoh, saat uang pecahan Rp100 ribu diterawang, hanya terlihat tokoh Soekarno, Mohammad Hatta, dan angka Rp100.

Hal ini juga terjadi di semua uang rupiah kertas tahun emisi 2022, mulai dari Rp1.000, Rp2.000, Rp5.000, Rp10 ribu, Rp20 ribu, Rp50 ribu, dan Rp100 ribu.

Namun, Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI, Marlison Hakim membantah bahwa penghapusan tiga angka nol paling belakang di uang baru merupakan redenominasi.