RAKYAT NEWS, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengatakan bahwa pelaku industri merasa lebih khawatir terhadap kebijakan relaksasi impor daripada kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif awalnya menyatakan bahwa pelaku industri manufaktur di Indonesia menganggap bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen masih dapat diterima di sektor industri.

Selain itu, pemerintah juga telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi yang memberikan insentif, seperti pembebasan pajak penghasilan (PPh) bagi pekerja industri padat karya yang memiliki pendapatan di bawah Rp10 juta.

“Kami baca dari hasil penilaian optimisme pelaku usaha industri, namun demikian kami masih menerima laporan bahwa yang lebih ditakutkan oleh industri adalah kebijakan relaksasi impor dan pembatasan impor yang mengakibatkan pasar domestik banjir produk impor murah,” ujar Febri dalam konferensi pers di Kemenperin, Jakarta Selatan, Senin (30/12).

“Ini lebih ditakutkan oleh industri dibandingkan dengan kenaikan PPN 12 persen,” imbuhnya.

Menurut Febri, meskipun kenaikan tarif PPN dapat meningkatkan harga bahan baku, industri masih dapat menyesuaikan tarif dengan cara menurunkan utilisasi dan menaikkan harga jual produk manufakturnya.

Walaupun kenaikan tarif PPN dapat menyebabkan penurunan utilisasi sebesar 2 persen-3 persen, dampak tersebut dianggap tidak seberat dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan relaksasi impor terhadap industri.

“Kalau kita bandingkan dengan kebijakan relaksasi impor atau pembatasan impor yang berakibat pada banjirnya pasar domestik karena produk impor, dampaknya itu lebih berat dibandingkan dengan kebijakan kenaikan PPN 12 persen,” tuturnya.

Febri memberikan contoh bahwa jika terdapat produk manufaktur dengan harga pokok penjualan (HPP) sebesar Rp50 ribu, dan dikenakan PPN 12 persen sehingga harga naik menjadi Rp56 ribu, hal tersebut masih dapat diantisipasi oleh pelaku industri.

Di sisi lain, dengan kebijakan pembatasan impor yang minim, misalnya dengan harga produk hanya Rp30 ribu, industri akan mengalami kesulitan menurunkan harga produk untuk dijual.

“Jadi kami melihat bahwa penurunan IKI (Indeks Kepercayaan Industri) pada bulan Desember masih disebabkan oleh adanya pemberlakuan kebijakan relaksasi impor, dan ini masih membayangi kinerja industri ke depan,” kata Febri.

“Jadi intinya bagi industri, lebih menakutkan kebijakan relaksasi impor dibandingkan dengan kenaikan PPN 12 persen. Apalagi kenaikan PPN 12 persen sudah ada paket kebijakan ekonomi yang mengantisipasi,” tegasnya lebih lanjut.

Selain itu, Febri juga mengungkapkan bahwa revisi kebijakan relaksasi impor sedang dalam proses pembahasan.

“Sedang dalam proses, kebijakan relaksasi impor lagi dalam proses pembahasan,” ucapnya.

YouTube player