RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Perusahaan Amerika Serikat yang terkenal dengan produk wadah penyimpanan makanan, Tupperware, mengalami krisis keuangan yang hampir membuatnya bangkrut. Beberapa anak perusahaan Tupperware bahkan sudah mengajukan kebangkrutan di pengadilan AS karena merugi.

Presiden dan CEO Tupperware Brands Corporation, Laurie Ann Goldman, awalnya berencana untuk menjual bisnis perusahaan, namun akhirnya Hakim Kepailitan AS menyetujui usulan penjualan aset Tupperware kepada kreditur. Hal ini membantu Tupperware keluar dari kebangkrutan dan tetap beroperasi.

Dalam sidang di Wilmington, North Carolina, Hakim Kepailitan AS, Brendan Shannon, menyetujui penjualan tersebut. Keputusan ini dianggap sebagai langkah terbaik bagi Tupperware dalam situasi tersebut.

Meskipun sebelumnya Tupperware telah mencoba untuk mencari pembeli dan melelang asetnya, namun tidak ada yang bersedia membeli atau melunasi utang perusahaan yang mencapai US$ 818 juta atau sekitar Rp 12,8 triliun.

Para kreditur, termasuk Alden Global Capital, Stonehill Institutional Partners, dan Bank of America, mendukung rencana penjualan aset perusahaan ini.

Mereka menyediakan dana tunai dan keringanan utang untuk memperoleh merek Tupperware dan asetnya di pasar inti seperti Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Brasil, Tiongkok, Korea, India, dan Malaysia.

Laurie Ann mengungkapkan bahwa perusahaan akan berhenti beroperasi di beberapa pasar dan beralih ke model bisnis yang lebih berbasis teknologi dan kurang bergantung pada aset fisik.

“Perusahaan berencana untuk menghentikan operasinya di pasar tertentu dan beralih ke model bisnis yang mengedepankan teknologi serta tidak terlalu bergantung pada aset,” kata Laurie Ann.

Tupperware telah lama menjadi pemimpin pasar dalam industri wadah penyimpanan makanan. Nama Tupperware sendiri sudah menjadi simbol untuk wadah plastik, bahkan digunakan secara umum oleh masyarakat untuk menyebut wadah plastik tanpa memandang mereknya.