RAKYAT.NEWS, JAKARTAPerusahaan Tupperware Brands telah resmi mengajukan kebangkrutan, Selasa (17/9/2024) waktu setempat. Manajemen mengatakan bahwa penurunan tajam dalam permintaan telah menyebabkan kerugian yang signifikan.

Penjualan perusahaan Tupperware menurun dalam beberapa tahun terakhir karena penempatan produk yang lebih banyak di toko ritel dan platform penjualan online yang baru.

Tupperware sebelumnya dikenal dengan model penjualan langsung ke konsumen melalui “Pesta Tupperware” yang memungkinkan pembeli untuk mencoba produk secara langsung. Namun, strategi tersebut dianggap sudah tidak efektif dalam menjangkau konsumen modern.

“Perusahaan tersebut memiliki utang sebesar US$812 juta (sekitar Rp 12,4 juta triliun),” tulis berkas pengadilan dikutip Reuters, Kamis (19/9/2024).

Tupperware juga mengalami tekanan dari lonjakan biaya tenaga kerja, pengiriman, dan bahan baku pascapandemi seperti resin plastik. Perusahaan ini berencana untuk mencari investor baru selama 30 hari untuk mendukung bisnisnya dan melanjutkan operasionalnya.

“Para pemberi pinjaman baru telah berupaya menggunakan posisi utang mereka untuk menyita aset Tupperware termasuk kekayaan intelektualnya seperti mereknya, yang mendorong perusahaan untuk mencari perlindungan kebangkrutan,” kata perusahaan mengutip sumber yang sama.

Tupperware memiliki perkiraan aset senilai US$500 juta hingga US$1 miliar dan kewajiban senilai US$1 miliar hingga US$10 miliar. Jumlah kreditor yang terdaftar mencapai antara 50.001 hingga 100.000.

Pada tahun 1950-an, Tupperware populer di Amerika Serikat ketika wanita pascaperang menjual produk tersebut sebagai simbol pemberdayaan dan kemandirian.