RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara mengenai pernyataan Bank Dunia yang menyebutkan bahwa harga beras di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara.

Mengenai tuduhan harga beras yang mahal, Jokowi meminta semua pihak untuk ikut memahami proses penetapan harga beras di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa saat ini Indonesia harus mengimpor beras.

Dengan adanya kegiatan impor tersebut, Jokowi menjelaskan bahwa terdapat biaya tambahan yang harus dikeluarkan sesuai dengan skema Free on Board (FOB).

Jokowi menyatakan bahwa jika dihitung dengan skema FOB, harga beras tersebut sudah termasuk mahal. Harga beras FOB mencapai sekitar US$530-US$600 per ton atau sekitar Rp8 juta-Rp9 juta per ton.

Dalam skema FOB, Indonesia sebagai negara importir harus membayar biaya distribusi dari pelabuhan tempat beras masuk ke gudang distribusi besar untuk para pembeli. Biaya distribusi atau cost freight tersebut menurut Jokowi mencapai US$40 per ton atau sekitar Rp606 ribu per ton.

Dengan adanya biaya tersebut, Jokowi menyatakan bahwa harga beras impor per tonnya bisa berkisar antara Rp8,6 juta-Rp9,6 juta. Jika dihitung per kilogram, harganya sekitar Rp 8.600-9.600 per kilogram.

“Coba dilihat harga beras FOB itu berapa? Kira-kira US$530-US$600, ditambah cost freight kira-kira US$40-an, dihitung berapa. Kalau bandingkan itu mestinya di konsumen itu akan keliatan,” kata Jokowi dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (26/9/2024).

Presiden juga menyinggung mengenai harga gabah yang semula Rp4.200 per kilogram kini naik menjadi Rp6.200. Dari kenaikan harga tersebut, Jokowi menyatakan bahwa masyarakat sudah bisa melihat Nilai Tukar Petani (NTP).

“Mestinya kalau harga beras baik, artinya harga gabah juga baik. Kalau harga gabah baik, artinya harga jual petani juga mestinya baik, kalau tidak ada distorsi di lapangan,” ujarnya.