RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) akan mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada tanggal 17-18 September 2024. Keputusan dari rapat tersebut akan mempengaruhi apakah BI akan menurunkan, menaikkan, atau mempertahankan tingkat suku bunga acuan saat ini sebesar 6,25 persen.

Beberapa ekonom merekomendasikan agar BI memangkas suku bunga acuan atau yang dikenal dengan BI-Rate. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mendorong BI, sebagai lembaga pemegang kebijakan moneter, untuk segera menurunkan suku bunga, menggunakan instrumen moneter lain seperti giro wajib minimum, dan mendorong kredit.

Langkah-langkah tersebut merupakan bagian dari kebijakan uang mudah atau easy money policy yang perlu diterapkan dalam menghadapi ancaman krisis ekonomi di Indonesia. Menurut Esther, melemahnya daya beli dan deflasi berturut-turut menjadi sinyal kemungkinan krisis ekonomi.

“Seharusnya bank sentral, pemegang otoritas kebijakan moneter, bisa melakukan intervensi kebijakan stabilitas harga agar di Indonesia tidak terjadi deflasi terus-terusan, sehingga bisa menghindari krisis ekonomi,” kata Esther, Minggu (15/9/2024), mengutip Tempo.co.

Perlunya pemangkasan suku bunga oleh BI sebelumnya telah disampaikan oleh lembaga riset. Wakil Direktur Indef, Eko Listiyanto mengatakan bahwa BI perlu menurunkan suku bunga acuan yang dinilai tinggi.

Rekomendasi tersebut didasarkan pada keputusan bank sentral Amerika Serikat, yaitu Federal Reserve (The Fed), yang akan menurunkan Federal Funds Rate. Menurut Eko, BI sebaiknya menyambut langkah penurunan tersebut daripada menunggu terlalu lama respon dari negara maju, agar Indonesia tidak tertinggal.

“Tidak ada masalah kita memulai kebijakan moneter lebih ekspansif, tentu dengan mempertimbangkan dinamika global,” kata Eko, Kamis (12/9/2024).

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira juga berpendapat bahwa BI perlu mengurangi suku bunga acuan minimal 25 basis poin, diikuti dengan pemangkasan yang sama pada bulan berikutnya, sehingga total pemangkasan mencapai 50 basis poin hingga akhir tahun 2024.

Bhima menyatakan bahwa cadangan devisa Indonesia cukup besar, mencapai rekor tertinggi sebesar US$ 150,2 miliar pada akhir Agustus 2024. Alasan lain adalah pemangkasan suku bunga acuan diharapkan dapat mendorong penyaluran kredit, karena diharapkan perbankan akan menurunkan suku bunga pinjaman sebagai respons terhadap penurunan BI-Rate.

Sementara itu, nilai tukar rupiah saat ini stabil, sehingga menurut Bhima, tidak ada alasan bagi BI untuk menunda pemangkasan suku bunga acuannya lebih lama. Dengan suku bunga acuan yang rendah, BI dapat membantu meringankan beban cicilan dan biaya modal usaha yang diperoleh melalui pinjaman.

“Sekarang, bola memang ada di BI untuk lebih berani dan lebih agresif dalam menurunkan suku bunga acuan. Momentumnya sekarang. Jadi, jangan sampai momentumnya lewat,” tutur Bhima, Senin (16/8/2024).