RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Masyarakat Indonesia menghabiskan banyak uang untuk membeli air kemasan, yang sebetulnya gratis di negara maju. Hal ini menyebabkan kelas menengah menjadi terbebani secara finansial dan akhirnya menurun kelasnya.

Menurut Ekonom senior dan mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, penurunan tingkat ekonomi kelas menengah tidak hanya disebabkan oleh pandemi Covid-19 dan PHK, tetapi juga karena kebiasaan membeli air galon.

“Selama ini secara tidak sadar itu sudah menggerus income kita secara lumayan dengan style kita yang mengandalkan semua kepada air galon, air botol dan segala macamnya,” ujar Bambang di kantor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Jakarta, dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (2/8/2024).

Bambang menyoroti fakta bahwa di negara maju, kelas menengah biasanya minum air yang disediakan pemerintah di tempat umum tanpa harus membeli air. Di sana, fasilitas air minum massal membantu masyarakat tidak mengeluarkan uang untuk membeli minuman.

Namun, Bambang menegaskan bahwa kebutuhan akan air minum hanya satu dari banyak faktor yang menyebabkan turunnya status kelas menengah menjadi kelas ekonomi yang lebih rendah. Menurutnya, pandemi Covid-19 merupakan faktor utama dari penurunan kelas menengah di Indonesia.

“Penyebabnya itu variatif. Karena kan kita lihat datanya dari 2019 ke 2023. Jadi penyebab pertama adalah Covid,” pungkasnya.

Selama pandemi Covid-19, banyak kelas menengah kehilangan pekerjaan atau bisnis bangkrut, yang kemudian berdampak pada penurunan ekonomi. Setelah pandemi mereda, masyarakat dihadapkan pada masalah lain seperti suku bunga yang tinggi, yang turut mempengaruhi perekonomian.

“Jadi saya melihatnya kombinasi yang dimulai dari Covid, kemudian diperpanjang dengan tingkat bunga tinggi, nilai tukar melemah, apa-apa jadi mahal,” ujarnya.

Selain tingkat suku bunga yang tinggi, Bambang juga mencatat kenaikan harga beras akibat El Nino serta pengaruh judi online yang dapat menguras pendapatan masyarakat sebagai faktor yang memperburuk kondisi ekonomi.

“Kombinasi itulah yang membuat sebagian kelas menengah itu turun ke aspiring middle class,” imbuhnya.

Berdasarkan data BPS, jumlah kelas menengah di Indonesia menurun dari 57,33 juta orang pada tahun 2019 menjadi 47,85 juta orang pada tahun 2024. Angka kelompok masyarakat kelas menengah rentan naik dari 128,85 juta orang pada tahun 2019 menjadi 137,50 juta orang pada tahun 2024.

“Karena sifatnya adiktif, itu cepat sekali menghabiskan income kita,” tutur Bambang.

Sementara itu, angka kelompok masyarakat rentan miskin juga mengalami peningkatan dari 54,97 juta orang pada 2019 menjadi 67,69 juta orang pada 2024.

BPS juga mencatat bahwa kelas menengah Indonesia rentan miskin selama 10 tahun terakhir, ditandai dengan pengeluaran yang mendekati batas bawah dan sulit untuk naik ke kelas atas.

Batas atas pengelompokan kelas menengah per 2024 adalah Rp 9,90 juta dan batas bawahnya adalah Rp 2,04 juta, namun modus pengeluaran pada tahun tersebut hanya sedikit di atas batas bawah.