Sementara itu, petani tambak lainnya dari Desa Beru-beru, Sudirman, juga merasakan manfaat signifikan dari program EA. Ia mengungkapkan sebelum menggunakan listrik PLN, tambaknya mengonsumsi sekitar 1.382 liter solar per bulan, dengan biaya mencapai Rp9,4 juta lebih. Setelah beralih ke listrik PLN, biaya operasional turun drastis menjadi sekitar Rp2,8 juta per bulan.

“Hadirnya listrik dapat mengoptimalkan semua peralatan seperti kincir dan penerangan malam hari untuk menjaga kualitas udang. Hemat biaya, dan hasil pun lebih baik,” ungkap Sudirman.

General Manager PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat (UID Sulselrabar), Edyansyah, menegaskan bahwa program Electrifying Agriculture merupakan wujud komitmen PLN untuk mendorong modernisasi sektor pertanian dan perikanan guna meningkatkan produktivitas serta efisiensi usaha para pelaku agrikultur.

“Program EA merupakan inovasi PLN dalam mengajak para pelaku agrikultur untuk beralih menggunakan alat-alat dan mesin produksi berbasis listrik. Ini tidak hanya lebih efisien dan ramah lingkungan, tetapi juga mampu meningkatkan pendapatan dan daya saing produk,” kata Edyansyah.

Ia menambahkan, PLN juga menghadirkan layanan kelistrikan berbasis energi hijau seperti Renewable Energy Certificate (REC), sebagai bagian dari upaya menciptakan Creating Shared Value (CSV) bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.

Hingga Maret 2025, Edyansyah mencatat sebanyak 3.887 pelanggan telah memanfaatkan program Electrifying Agriculture di wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat, dengan total daya terpasang mencapai 192.110 kVA.

“Program EA menjadi bagian dari langkah strategis perseroan dalam mendukung pembangunan ekonomi melalui sektor ketenagalistrikan. Kami akan terus hadir memberikan solusi bagi petani dan pelaku agrikultur Indonesia,” pungkasnya. (*)

YouTube player