RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Kepala BPOM, Taruna Ikrar, membuka Rapat Koordinasi Pusat dan UPT BPOM dalam Manajemen Inspeksi CPOB yang diselenggarakan pada Kamis (6/2/2025). Kegiatan yang diinisiasi oleh Direktorat Pengawasan Produksi Obat Narkotika Psikotropika dan Prekursor (ONPP) ini diikuti oleh unit pelaksana teknis (UPT) BPOM di berbagai wilayah di Indonesia secara daring.

Tema yang diangkat pada kegiatan ini adalah Perwujudan Asta Cita Melalui Peningkatan Kualitas Pengawasan Fasilitas Produksi Obat Berkelas Dunia. Sesuai tema tersebut, forum ini dimaksudkan sebagai upaya evaluasi terhadap pelaksanaan inspeksi dan implementasi sistem mutu Inspektorat Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB) tahun 2024.

Hasil evaluasi tersebut selanjutnya dijadikan dasar dalam menyusun rencana inspeksi UPT mandiri dan terpadu antara pusat dengan UPT maupun rekomendasi peningkatan sistem mutu Inspektorat CPOB tahun 2025.

Forum ini juga bertujuan meningkatkan koordinasi antara BPOM Pusat dan UPT, baik level top management maupun para inspektur CPOB, dalam pelaksanaan penentuan/pengambilan keputusan hasil pengawasan sarana produksi obat, narkotika, psikotropika, dan prekursor.

Diskusi yang dilakukan termasuk memastikan bahwa implementasi sistem mutu berjalan secara konsisten untuk continuous improvement, mengembangkan kapasitas dan kompetensi inspektur CPOB Pusat dan UPT, serta membahas solusi dan strategi menghadapi isu dan kebijakan pengawasan produksi obat terkini.

“Sistem pengawasan sarana produksi obat yang efektif dan andal dibangun dengan menerapkan sistem mutu berdasarkan risk-based approach secara konsisten. Pengawasan berkualitas berarti menjamin ketersediaan obat yang aman, bermutu, berkhasiat, dan terjangkau untuk masyarakat. Tujuan akhirnya adalah mendukung pembangunan kesehatan nasional berkelas dunia,” ucap Taruna.

Inspektorat CPOB merupakan bagian dari organisasi BPOM yang terdapat di tingkat pusat dan daerah. Tugas dan tanggung jawabnya adalah berperan serta dalam penyusunan rancangan peraturan-peraturan terkait dengan penerapan pedoman, sertifikasi, inspeksi, tindak lanjut penerapan, dan pemastian mutu Inspektorat CPOB.

“Di tingkat pusat, Inspektorat CPOB berada di Direktorat Pengawasan Produksi ONPP. Untuk di UPT, terdapat pada 13 Balai Besar POM dan 6 Balai POM sesuai dengan catchment area pelaksanaan pengawasan fasilitas produksi obat, bahan obat, produk biologi, dan produk khusus (radiofarmaka, unit transfusi darah/UTD, dan lain-lain),” kata Deputi Bidang Pengawasan Obat Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif (Deputi 1), Rita Mahyona.

Rita menyampaikan, ada 92 Inspektur CPOB yang terlibat dari pusat maupun 11 UPT yang melaksanakan pengawasan sejumlah fasilitas produksi di Indonesia. Namun demikian, terdapat UPT yang telah memiliki sarana produksi di catchment area dan belum memiliki Inspektur CPOB dan/atau lead inspector sehingga belum dapat melaksanakan inspeksi mandiri. Hal ini juga yang melatarbelakangi pembentukan inspektur CPOB nasional.

“Tugas dan kewenangan inspektur CPOB nasional, antara lain melaksanakan inspeksi CPOB di luar wilayah pengawasannya, yang tidak memiliki atau kekurangan inspektur CPOB atau lead inspector, serta berperan aktif dalam peningkatan kompetensi inspektur CPOB di seluruh indonesia,” ucap Rita.

Lebih lanjut, Rita Mahyona berharap agar para inspektur CPOB memiliki sense of crisis. Mereka harus proaktif untuk mendorong percepatan kesiapan industri-industri lokal dalam memenuhi kebutuhan produksi obat nasional.

“Kita berkaca pada zaman COVID-19. BPOM melakukan upaya proaktif dalam mendorong industri lokal sehingga mampu memproduksi vaksin dalam negeri. Kita harus proaktif agar para industri dapat memenuhi CPOB sehingga dapat dilakukan validasi proses dan penyesuaian dari industri farmasi,” tegas Rita.

Kegiatan ini berlangsung selama 2 hari (6–7/2/2025) dihadiri oleh inspektur CPOB pusat, perwakilan dari Direktorat Pengawasan Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan, serta Kepala UPT dan perwakilan inspektur CPOB UPT yang di wilayahnya terdapat industri farmasi, UPT yang hanya ada UTD, dan industri bahan baku obat (BBO) eksipien yang telah tersertifikasi CPOB.

Hadir pula spesialis laboratorium dari Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (P3OMN) dan laboratorium UPT yang di wilayahnya terdapat industri farmasi, serta perwakilan unit pusat di lingkungan BPOM.