RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Pemerintah bakal memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen. Dalam konteks uang elektronik, pajak tersebut diberlakukan pada biaya layanan atau fee yang dikenakan oleh penyedia layanan teknologi keuangan.

Saat ini, yang berlaku adalah tarif PPN sebesar 11 persen yang berdasar pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai untuk Penyelenggaraan Teknologi Keuangan sejak 1 Mei 2022.

“Misalnya, kita top up e-money Rp10 juta, umumnya terdapat biaya jasa atau kita kenal sebagai fee sekitar Rp500 atau Rp1.500 tergantung dari pemberi jasa. Nah, atas fee Rp500 inilah yang nantinya akan dikenai PPN 11 persen. Jadi, PPN yang dipungut hanya sebesar Rp55,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Neilmaldrin Noor, mengutip CNNIndonesia.com.

Berdasarkan pasal 7 PMK 69/2022, selain pengisian ulang, PPN juga dikenakan pada biaya jasa registrasi pemegang uang elektronik, pembayaran transaksi, transfer dana, dan penarikan tunai.

Pungutan pajak 12 persen tersebut berlaku mulai 1 Januari 2025, berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Mengacu pada informasi dari situs Kementerian Keuangan, PPN atau value added tax (VAT) merupakan pajak tidak langsung yang dibayarkan oleh pihak lain atau penjual yang bukan penanggung pajak. Sehingga, konsumen akhir sebagai penanggung pajak tidak membayar pajak secara langsung.

Dengan peningkatan tarif PPN biaya jasa transaksi uang elektronik menjadi 12 persen, biaya tambahan yang harus dibayarkan konsumen akan bertambah.

Sebagai contoh:
– Jika Anda berbelanja sebesar Rp100.000 dengan biaya layanan Rp5.000, maka PPN yang harus dibayarkan adalah 12 persen dari Rp5.000, yaitu Rp600.
– Jika membayar tagihan sebesar Rp500.000 dengan biaya layanan Rp3.000, maka PPN yang harus dibayarkan adalah Rp360.