“Yang saya dengar sih bukan borong, malah boikot. ‘Udah nggak usah beli barang’. Sebenarnya itu kan nggak baik, karena konsumsi itu kan harus semua orang belanja. Kalau semua orang saving, nggak bergerak ekonominya,” kata Budihardjo.

Budihardjo menegaskan bahwa sentimen negatif semakin menguat seiring rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% yang akan mengakibatkan kenaikan harga barang dari produksi hingga konsumen akhir di pasaran.

Sementara itu, kondisi tertekannya daya beli masyarakat tercermin melalui stagnansi pertumbuhan konsumsi rumah tangga di bawah 5% hingga tahun ini.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2024 yang merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi 53,08% terhadap PDB, hanya tumbuh 4,91%, lebih rendah dari kuartal sebelumnya sebesar 4,93%. Kuartal I-2024 juga hanya tumbuh sebesar 4,91%.

Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2024 hanya mencapai 4,95%, lebih rendah dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang mencapai 5,11% dan kuartal pertama 2024 yang tumbuh 5,05%, yang disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

“Dari pabrik naik 12%, distributor bisa tambah 1%, sub-distributor naik lagi 1%, ritel juga tambah 1%. Kalau dihitung-hitung, kenaikan harga di tingkat konsumen bisa sampai 5%,” ungkapnya.

YouTube player