RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa tingkat utang Republik Indonesia (RI) mencapai 39,2% pada tahun 2023, lebih rendah daripada rata-rata negara-negara di ASEAN dan G20.

Hal ini  diungkapkan Sri Mulyani dalam dalam Rapat Paripurna ke-2 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025 di Kompleks DPR RI, Jakarta, dan menyatakan bahwa saat ini kebijakan pengendalian utang terus diperkuat dalam menjaga ketahanan fiskal negara.

Ia juga menyebutkan, jika pemerintah sedang memanfaatkan sumber pembiayaan non-utang untuk mengurangi ketergantungan pada utang.

“Risiko utang pemerintah 2023 masih dalam batas yang aman dan terkendali. Rasio utang adalah pada angka 39,2 persen, termasuk terendah baik pada perbandingan negara ASEAN dan G20,” ujar Sri Mulyani dikutip dari Kumparan, Selasa (20/8/2024).

Sri Mulyani mengaku setuju dengan saran dari fraksi PPP dan PKS untuk mengelola utang secara hati-hati agar defisit tetap terjaga. Langkah-langkah ini termasuk menggunakan pembiayaan kreatif.

“Kebijakan diharapkan untuk terus menjaga defisit fiskal, menaikkan penerimaan, menjaga disiplin belanja, dan terus meningkatkan inovasi pembiayaan,” tutur Sri Mulyani.

Sebelumnya, Ia telah melaporkan bahwa pemerintah telah mencatat utang baru sebesar Rp 266,3 triliun hingga 31 Juli 2024, yang setara dengan 41,1% dari target APBN 2024 sebesar Rp 648,1 triliun.

“Sampai 31 Juli, walau APBN sudah membuat posturnya seperti itu, dari pembiayaan utang yang Rp 648 triliun, baru terealisasi Rp 266,3 triliun,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di kantornya, Selasa (13/8).