RAKYAT NEWS, JAKARTA – Para pengusaha tekstil meminta Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan untuk transparan mengenai 26.415 kontainer impor yang telah ditahan di Pelabuhan Perak dan Priok dan akhirnya dilepaskan.

Permintaan dari pelaku usaha ini sejalan dengan permintaan Kementerian Perindustrian agar Bea Cukai membuka data-data secara transparan.

“Kami ingin benar dapatkan informasi akurat dimana 26.000 kontainer isinya apa aja, kalau perlu manfaatkan UU KIP yang memungkinkan publik meminta pejabat instansi pemerintah untuk membuka data informasi yang tidak dikecualikan, kita minta melalui UU KIP, data itu apa aja isinya? Benar nggak 26.000?” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana dalam diskusi Indef, Kamis (8/8/2024).

UU KIP diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Undang-Undang ini memberikan kewajiban kepada Badan publik untuk memberikan akses kepada pemohon informasi, kecuali informasi publik yang dikecualikan.

“Jangan hanya sekedar data makro, tapi perlu tahu siapa importir, apa Persetujuan Impornya yang dia lakukan dan pelanggaran apa yang dilakukan sehingga ngga bisa dirilis Bea Cukai, jadi itu efek jera ke importir selanjutnya sehingga takut impor dengan cara ngawur gini,” kata Danang.

Kemunculan besar impor disebabkan 26.415 kontainer yang masuk ke pasar didasarkan pada Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Namun, meningkatnya impor ini membuat produk Indonesia kehilangan daya saing dan industri manufaktur Indonesia tertekan. Dampaknya semakin parah dengan jutaan buruh yang sudah terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

“Ini korbankan jutaan buruh importasi ngawur itu, kalau data bea cukai hanya diberikan kemenperin itu data basi kita tau, public manapun tau, tapi data lebih detil, pelanggaran apa sehingga nggak bisa dirilis,” kata Danang.